Jumat, 17 Januari 2014

Kristen Koptik Alexandria Yang Melakukan Shalat Seperti Umat Islam

Gereja Ortodoks Koptik Alexandria adalah nama resmi gereja Kristen terbesar di Mesir dan Timur Tengah. Gereja ini masuk dalam keluarga Gereja Ortodoks Oriental.
Gereja ini merupakan keluarga dari Gereja Ortodoks Oriental, yang telah menjadi tubuh gereja yang berbeda sejak Konsili Khalsedon pada tahun 451, ketika mengambil posisi yang berbeda selama teologi Kristologis dari Gereja Ortodoks Timur. Perbedaan mazhab yang tepat dalam teologi menyebabkan perpecahan dengan Kristen Koptik masih diperdebatkan, sangat teknis, dan terutama berkaitan dengan sifat Kristus. Akar dasar Gereja yang berbasis di Mesir, tetapi memiliki pengikut seluruh dunia.
Menurut tradisi, gereja didirikan oleh Santo Markus, rasul dan penginjil, di tengah-tengah abad ke-1 (sekitar tahun 42 M). Kepala gereja dan Tahta Alexandria adalah Paus Alexandria dan Patriark dari seluruh Afrika pada Tahta Suci Santo Markus.
Pada 2012, sekitar 10% dari penduduk Mesir merupakan penganut "Gereja Ortodoks Koptik Alexandria".
Gambar 
Kristen Koptik punya tradisi waktu-waktu shalat seperti orang Islam.

Sekilas tradisi Kristen Koptik, mereka memang mempunyai waktu shalat yang disebut waktu tujuh (Sab’u al-shalawat), ada pula Shaum al-Kabir (Puasa Besar) pra-Paskah, selama minimal 40 hari, membaca Injil dengan cara dilantunkan secara tartil dikenal dengan Mulahan Injil yang paralel dengan Tilawat al-Qur’an, dan masih banyak lagi. Anda bisa menyaksikan seorang pemuda yang komat-kamit membaca Kitab di tangannya sewaktu naik bus atau kendaraan lain di Mesir. Siapakah mereka? Ternyata bukan hanya pemuda Islam yang membaca al-Qur’an, tetapi juga pemuda-pemuda Koptik dengan tattoo Salib di tangan sedang membaca kitab Agabea. Itulah Kitab Shalat Tujuh waktu yang tidak pernah mereka tinggalkan, juga ketika mereka sedang berkendara di jalan, sepulang kantor, atau berangkat ke kampus. [Al-Ajabiyya: As-Sab'u al Shalawat An-Nahariyyah wa Lailiyyat. Cairo: Maktabah al-Mahabbah, 2001]

Munculnya tradisi tattoo salib di tangan, pertama kali berasal dari masa penganiayaan. Tanda itu menjadi semacam kode sesama umat Kristen demi keselamatan mereka dari para penganiaya mereka. Karena Gereja Koptik Mesir pada zaman Romawi menjadi gereja yang teraniaya, maka tarikh Koptik yang ditandai dengan peredaran bintang Siriuz, disebut dengan Tahun Kesyahidan (Anno Martyri), yang tidak termasuk tahun syamsiah (matahari) ataupun qamariyah (bulan), tetapi berdasarkan kawakibiyah (bintang-bintang). 

Orang-orang Kristen di Timur Tengah berdoa dengan cara menengadahkan tangan, sama dengan Islam. Bedanya, dalam Islam diawali dengan rumusan Basmalah: Bismillahi rahmani rahim (Dengan Nama Allah Yang Pengasih dan Penyayang), sedangkan dalam Kristen dengan membuat tanda salib dan berkata: Bismil Abi wal Ibni wa Ruhil Quddus al-Ilahu Wahid, Amin (Dengan Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Allah Yang Maha Esa, Amin). Orang-orang Kristen Koptik juga mengenal waktu-waktu shalat yang sama dengan shalat Islam, ditambah dengan “shalat jam ketiga” (kira-kira jam 09.00 pagi, untuk memperingati turunnya Roh Kudus, Kis. 2:15), dan jam 24.00 tengah malam, yang dikenal dengan, shalat Nishfu Lail (tengah-malam). Lima waktu shalat selebihnya untuk mengenal Thariq al-Afam (Via Dolorosa) atau jam-jam sengsara Kristus. Lebih jelasnya, kata shalat sudah dipakai jauh sebelum Islam dalam bentuk bahasa Aram tselota.

1. “Salat jam pertama” (Shalat as Sa’at al-Awwal), kira-kira jam 06.00 pagi waktu kita, untuk mengenang saat kebangkitan Kristus Isa Al-Masih) dari antara orang mati (Mrk.16:2).

2. “Salat jam ketiga” (Shalat as-Sa’at ats-Tsalitsah), kira-kira jam 9 pagi, yaitu waktu pengadilan Kristus dan turunnya Roh Kudus (Mrk. 15:25; Kis. 2:15).

3. “Salat jam keenam” (Shalat as-Sa’at as-Sadi-sah), kira-kira jam 12 siang, yaitu waktu penyaliban Kristus (Mrk. 15:33, Kis. 3:30).

4. “Salat jam kesembilan” (Shalat as-Sa’at at Tasi’ah), kira-kira jam 3 petang, untuk mengenang kematian Kristus (Mrk. 15:33,38; Kis. 3:1);

5. “Salat Terbenamnya Matahari” (Shalat al-Ghurub), yaitu waktu penguburan jasad Kristus (Mrk.15:42).

6. “Salat waktu tidur” (Shalat ai-Naum), untuk mengenang terbaringnya tubuh Kristus; dan;

7. “Salat Tengah Malam” (Shalat as-Satar atau Shalat Nishfu al-Layl) adalah jam berjaga-jaga akan kedatangan Kristus (Isa Al-Masih) yang kedua kalinya (Why 3:3). [Aziz S. Atiya, History of Eastern Christianity. Nostre Dome. Indiana: University of Nostre Dame Press, Lt.]

“Berarti Kristen Koptik yang Kristennya masih murni dan belum sesat.”

STOP! Hentikan cara berpikir “Berarti…” untuk menilai sesat dan tidaknya agama lain hanya karena ada persamaan-persamaan dengan agama kita. Kebiasaan seperti ini apalagi namanya selain kenaifan akibat suka mencocok-cocokkan. Shalat tujuh waktu ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Mengapa? Karena praktek doa ini, khususnya seperti yang dipelihara di biara-biara, sudah ada jauh sebelum zaman Islam. Kanonisasi waktu-waktu shalat al-Fardhiyah ini sudah mulai dilakukan dalam sebuah dokumen gereja kuno berjudul al-Dasquliyyat atau Ta’aalim al-Rusul yang editing terdininya dikerjakan oleh St. Hypolitus pada tahun 215 M. (Marqus Dawud, ed., Al-Dasquliyyah, ar Ta’aalim al-Rusul. Cairo: Maktabah al-Mahabbah, 2003. Bab: Auqat Shalawat).

Meskipun orang Muslim atau orang Kristen di Mesir sama-sama berbahasa Arab, tetapi antara keduanya tetap bisa dibedakan. Idiom-idiom keagamaan mereka berbeda, tetapi juga tidak jarang pula sama atau paralel. Di koran-koran berbahasa Arab, ucapan bela sungkawa orang Kristen biasanya diawali ungkapan: Intiqala ila Amjadis samawat (Telah berpulang kepada Kemuliaan Surgawi), cukup mudah dibedakan dengan kaum Muslim: Inna Iillahi wa Inna Ilayhi Raaji’un (Sesungguhnya semua karena Allah dan kepada-Nya pula semua akan kembali). Tapi ada banyak tradisi lain yang memang mempunyai kesamaan, misalnya: pertunangan, perkawinan, kematian, dan masih banyak lagi.

Semestinya refleksi kita atas adanya tradisi Kristen Koptik yang seolah ada kesamaan dengan Islam adalah adanya pengakuan atas pluralitas agama-agama di dunia. Kemajemukan itu memang diakui dan kadang antara tradisi-tradisi keagamaan saling berasimilasi, baik itu dengan bahasa atau budaya lokal. Walaupun Kristen Koptik merayakan Natal tanggal 7 Januari, tetapi sekarang ini di Mesir sudah banyak gereja-gereja yang masuk ke dalam persekutuan gereja Barat dan merayakan Natal tanggal 25 Desember. Tetapi mengapa lagi-lagi kita sebagai orang Islam sok menunjukkan mana Kristen yang benar dan tidak. Seolah ada Kristen yang menurut Islam dan ada yang tidak. Bukankah sangat rancu cara pandang begini.

“Tetapi al-Qur’an sendiri menyatakan bahwa kitab-kitab sebelum al-Qur’an banyak yang diubah dan dipalsukan oleh pengikutnya sendiri. Karena itu agama Islamlah yang paling benar.”

al-Qur’an atau Kitab suci agama lainnya bukanlah kitab sejarah meski ada kisah-kisah dalam lintasan sejarah. Kalau ingin bicara sejarah, telitilah dengan metode-metode ilmiah dari segala macam aspek. Untuk mengetahui bagaimana kehidupan manusia dalam ruang dan waktu yang berbeda dengan kita dan bukan untuk menghakimi serta menjustifikasi agama atau keyakinan orang lain adalah salah. Kalau hanya berdasarkan kitab suci maka yang kita cari adalah pembenaran akan keyakinan yang kita yakini atau keimanan yang kita imani. 

Pernah atau tidak kita sadari, bahwa tiap agama mempunyai klaim kebenaran masing-masing. Tetapi itu berlaku bagi mereka yang memang percaya dan menganut agama tersebut dan berada di dalam komunitas agamanya. Namun untuk apa menggunakan ajaran seperti itu untuk berjibaku di ranah publik dengan agama lain. Toh, masing-masing pemeluk agama adalah sama manusianya, makan makanan dan minum air yang sama, terkadang bekerja serta berinteraksi dalam instansi yang sama. Lantas apakah hanya karena klaim kebenaran agama yang subjektif itu lantas kita jadikan alasan untuk tidak menghormati serta menghargai ajaran agama lain (http://filsafat.kompasiana.com/)

Damai sejahtera selalu….

Saya baru mengetahui adanya Kristen Koptik, yang saya dapatkan dari email yang mengulas tentang novel berjudul “ayat-ayat Cinta” yang heboh itu. Pertanyaan saya ….
1. Apa ada hubungan dengan Katolik Roma? karena mereka meyakini sebagai mata rantai langsung dari Jemaat Mula Mula.
2. Apakah Baptisannya juga sah menurut Gereja Katolik Roma?
3. Banyak tradisi mereka yang diadopsi oleh agama Islam, kok bisa ya, malah Agama Islam lebih mendominasi?
4. Apa benar ada tradisi syalat (dengan 7 waktu) pada jemaat mula-mula?

Untuk lebih jelasnya saya kutipkan langsung. atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Tuhan Yesus memberkati, Georgius
Jawaban:

Shalom Georgius,

Terima kasih untuk pertanyaannya tentang gereja Koptik dan bahkan ulasan tentang cerita “Ayat-ayat Cinta”. (kami menyertakan kutipannya di bawah artikel ini) Kami belum pernah menonton ataupun membaca cerita yang dimaksud, dan baru membaca ringkasannya melalui surat anda. Maka demikianlah tanggapan kami atas pertanyaan anda:

1. Tentang hubungan gereja Koptik dengan Gereja Katolik.

Sejarah mencatat bahwa Gereja Alexandria yang menjadi pusat penyebaran ke Mesir didirikan oleh St. Markus Pengarang Injil. Sampai pada tahun 381 para Patriarkh Alexandria memang mengambil tempat kedua setelah Uskup Roma. Kepemimpinan Patriarkh Alexandria ini mencapai puncaknya pada masa St. Cyril/ Sirilus (412-444) dengan pengajaran yang menjelaskan ke-Allahan Kristus. Namun kemudian penerus St. Cyril yaitu Dioscurus (444-451) mengikuti pengajaran Euthyches menyebabkan gereja Alexandria diguncang oleh bidaah Monophysite yang menentang kemanusiaan Yesus, dengan mengajarkan bahwa hanya ada satu kodrat dalam Kristus, yaitu ke-Allahan-Nya (Menurut bidaah ini, sebelum inkarnasi terdapat dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu. Namun ajaran ini: 1) tidak sesuai dengan maksud inkarnasi yaitu Sabda yang menjelma menjadi manusia, dan juga2) ajaran ini mensyaratkan bahwa sebelum inkarnasi, tubuh dan jiwa Kristus sebagai manusia sudah ada, dan ini tidak mungkin).

Dengan adanya bidaah ini, maka Gereja Alexandria (Koptik) terpisah menjadi dua, yaitu yang Katolik (kemudian dikenal sebagai Melchites), dan yang Monophysites (kemudian dikenal sebagai Jacobites), yang mengikuti bidaah Dioscurus. Pertikaian antara keduanya ini kemudian menjadikan Gereja di sana menjadi lemah. Pada saat inilah yaitu sekitar abad ke-7, agama Islam masuk. Kasus Photius (879) dan Michael Caerularius (1048-58) juga kemudian memperuncing perpecahan gereja Timur Alexandria dengan Gereja Barat/Latin di Roma.

Namun di antara Patriarkh Alexandria tersebut ada yang merujuk kepada Roma, walaupun pada saat itu baik Melchites maupun Jacobites belum ada yang resmi bersatu dengan Roma. Demi usaha persatuan yang dilakukan oleh para patriarkh tersebut inilah maka pada jaman pemerintahan Paus Innocent III (1198-1216) diadakan Patriarkh Latin di Alexandria, yaitu pada tahun 1215 walaupun keberadaannya hanya bertahan sepanjang waktu dominasi Latin di kerajaan Byzantine.

Selanjutnya, pada tahun 1895 Paus Leo XIII mendirikan Patriarkh Koptik dengan pusat Minieh dan Luksor, untuk Gereja-gereja Koptik yang berada dalam persatuan dengan Roma. Gereja inilah yang akhirnya termasuk dalam salah satu dari 22 Gereja-gereja Timur dalam persekutuan dengan Gereja Katolik (Roma), silakan klik di sini untuk melihat lebih lanjut mengenai ke -22 Gereja Timur ini.

Maka, di Mesir sekarang ini, memang terdapat Gereja- gereja yang berada dalam persatuan dengan Gereja Katolik, maupun gereja Orthodox yang tidak mengakui kepemimpinan Roma.

Kami tidak mengetahui, gereja Koptik yang mana yang diambil sebagai back-ground dalam kisah “Ayat-ayat Cinta” tersebut. Namun apapun gereja yang diambil, sesungguhnya harus tetap diakui bahwa film tersebut merupakan kisah fiktif, dan karenanya penyampaiannya juga bisa distortif. Hal serupa misalnya terjadi pada pengambilan sejarah Gereja yang disampaikan secara distortif pada film Da Vinci Code. Tetapi karena keduanya merupakan kisah fiktif, maka tak ada yang perlu kita risaukan.

2. Apakah Baptisan Gereja Koptik dapat dianggap sah?

Gereja Koptik yang ada dalam persatuan dengan Gereja Katolik merupakan bagian dari Gereja Katolik, sehingga baptisannya sah.

Sedangkan untuk baptisan gereja Koptik yang Ortodox, maka untuk mengetahui sah atau tidaknya, kita memakai rumusan KGK 1256, yaitu sejauh Pembaptisan itu dilakukan dengan intensi/ maksud yang sama dengan Gereja Katolik, dan dilakukan dengan materia dan forma yang benar yaitu: dengan air dan dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, maka baptisan dapat dianggap sah.

3. Tradisi mereka diadopsi oleh agama Islam, dan kemudian malah Islam mendominasi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada waktu terjadinya bidah Monophysite, maka kepercayaan umat menjadi ‘simpang siur’, sehingga sulitnya diperoleh pengajaran yang benar, terutama pada kaum awam, karena secara prosentase, kaum yang mengikuti bidaah Monophysite (Jacobites) lebih banyak daripada yang setia kepada pengajaran para rasul (Melchites). Bidaah Monophysites yang mengajarkan bahwa setelah inkarnasi Yesus hanya mempunyai kodrat sebagai Allah, menimbulkan kebingungan kepada umat, yang sebelumnya memperoleh pengajaran bahwa Kristus adalah sungguh- sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Maka dalam kesimpangsiuran ini, pengajaran Islam memperoleh momentum sehingga kemudian mendominasi di sana, yang tentu kita ketahui, bahwa mereka tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah.

Sebagai tambahan: Kesimpangsiuran tentang bidaah Monophysite ini sebenarnya telah dijernihkan dalam Konsili di Chacedon 451, di mana pengajaran dari Paus Leo Agung dibacakan, yaitu bahwa Kristus mempunyai dua kodrat, yang tidak tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan…. Ia menjadi satu Pribadi dan satu hakikat, tidak terbagi di antara dua pribadi, namun kedua kodrat itu membentuk Pribadi Yesus yang unik, satu dan sama.


Memang untuk mengerti pengajaran ini diperlukan kerendahan hati untuk mengakui misteri Allah di dalam diri Kristus. Yesus Kritus mempunyai anugerah kesatuan hypostatik/ “hypostatic union” antara Allah dan manusia di dalam Pribadi-Nya pada saat Ia menjelma menjadi manusia. Sepanjang sejarah, memang terlihat bagaimana orang ingin menyederhanakan misteri ini, sehingga timbullah bermacam- macam bidah di sepanjang sejarah Gereja.

4. Mengenai tradisi shalat/ berdoa 7 waktu, memang telah menjadi tradisi jemaat mula-mula, yang juga dipraktekkan di dalam biara-biara, dan kebanyakan masih diterapkan sampai saat ini. Silakan klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal ini. Namun sekarang berdoa 7 kali ini tidak diharuskan bagi kaum awam, sekalipun tentu saja, jika ada yang mau mengikutinya, ini sungguh merupakan kebiasaan yang sangat baik.

Yang memang dianjurkan oelh Gereja adalah berdoa minimal di pagi dan sore/ malam hari, dan doa sebelum dan sesudah makan. Selanjutnya adalah kebiasaan yang baik, jika dalam doa pagi atau malam hari umat beriman dapat merenungkan Alkitab, berdoa meditasi ataupun devosi, seperti rosario, dst. Juga dianjurkan bagi yang dapat melakukannya, agar mengikuti juga misa harian di gereja, dan mengembangkan kebiasaan berdoa singkat sepanjang hari. Dengan kebiasaan ini, maka hubungan kedekatan dengan Allah yang ingin dicapai dengan berdoa 7 kali tersebut, tetap dapat dipenuhi dengan cara yang lain, yang dapat dilakukan oleh semua orang.

dikutip dari : https://www.facebook.com/488394517859345/posts/498719626826834